Dalam perkembangan hukum yang semakin mengedepankan hak asasi manusia, pelaksanaan dari sistem kepenjaraan di Indonesia bertransformasi menjadi sistem pemasayarakatan. Hal ini disebabkan oleh pergeseran paradigma hukum pidana klasik yang berorientasi pada pembalasan menjadi semakin modern dengan pengakuan hak-hak asasi manusia. Konsep sistem pemidanaan baru yang dibangun merupakan evaluasi sistem penjara yang sebelumnya hanya merupakan wadah penyiksaan bagi narapidana tanpa adanya suatu pembinaan reintegrasi. Konsep pemasyarakatan ini ditandai dengan munculnya konsep hukum nasional oleh Dr. Raharjo S.H yang dilambangkan dengan pohon beringin pengayoman. Konsep hukum nasional pohon beringin pengayoman yang ia usung mempunyai filosofi hukum yang berkeadilan dengan memberikan perlindungan bagi masyarakatnya dari ketidasewenang-wenangan layaknya pohon beringin yang kokoh dan lebat sebagai tempat berlindung dari badai dan topan yang dapat membahayakan nyawa seseorang. Hal ini dirasa sejalan dengan kepribadian bangsa Indonesia guna menggambarkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat. Selaras dengan hal itu, guna mewujudkan hukum yang berkeadilan dan mengedepankan perlindungan hukum, munculah konsep pemasyarakatan yang menggantikan sistem kepenjaraan lama. Pemasyarakatan berorientasi pada narapidana merupakan orang yang tersesat maka harus diayomi dan diberikan pembinaan sebagai bekal untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang sesuai kepribadian dan nilai-nilai bangsa. Maka, pembinaan napi berdasarkan sistem pemasyarakatan bertujuan supaya narapidana menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab, mengerti dan sadar dengan kesalahan yang diperbuat, dan tidak melakukan pengulangan perbuatan tindak pidana. Hal ini merupakan tujuan yang mulia dibanding dengan konsep lama yang melihat narapidana sebagai objek pemidanaan.
Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat bagi narapidana untuk dapat dibina dan dididik sesuai dengan prinsip sebagai warga negara yang baik guna memeperoleh bekal yang cukup sebelum berintegrasi dengan masayakat. Kepribadian dan sikap yang dimiliki narapidana nantinya bergantung pada pola asuh dan pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sehingga peran lembaga pemasyarakatan penting bagi penegakan hukum di Indonesia. Program pembinaan yang didapatkan di lembaga pemasyarakatan harus tepat sasaran agar perubahan perilaku dan kepemilikan jiwa kewarganegaraan baik yang menjadi tujuan dari pemasyarakatan dapat terwujud. Namun, fakta yang ada dilapangan belum sepenuhnya mencerminkan terwujudnya cita-cita pemidanaan yang sesuai dengan konsep pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan sering diberikan stigma sebagai sekolah tinggi ilmu kejahatan. Narapidana yang sebelumnya berbuat kejahatan berlevel rendah seperti mencuri, dengan bertemu dan bersosialisasi dengan narapidana berlatar belakang kasus-kasus besar lainnya akan dapat belajar untuk melakukan kejahatan yang lebih besar. Rantai korelasi pembelajaran yang buruk inilah yang harus dicegah dengan pola pembinaan yang benar. Selain itu masalah overcapasitas yang menjadi persoalan utama dalam pembinaan lapas maupun rutan di Indonesia. Berdasarkan data Sistem Database Pemasyarakatan, tercatat 84% lapas maupun rutan di Indonesia mengalami overcapasitas. Data ini menunjukkan betapa penuh dan berdesak-desakannya narapidana di dalam lapas. Keadaan demikian dapat memicu konflik dan pertentangan yang membuat kondisi lapas tidak kondusif sehingga proses pembinaan narapidana tidak berjalan dengan baik. Adapun persoalan-persoalan lain di dalam lapas yang mewarnai kehidupan di lapas antara lain; pertentangan dan konflik antar narapidana, penyelundupan narkoba, perlakuan petugas Lapas yang masih memandang narapidana sebagai objek pemidanaan sehingga proses pembinaan dilakukan dengan kekerasan, pembunuhan sesama narapidana, pelecehan seksual dan masih banyak lagi permasalahan didalam Lapas yang menunjukkan belum tercapainya konsep pemasyarakatan.
Selayang Pandang Pemidanaan di Indonesia
Pemasyarakatan merupakan konsep pemidanaan baru di Indonesia dengan upaya mengikutsertakan masyarakat secara langsung dalam proses re-integrasi narapidana. Adanya konsep ini merupakan hasil dari sejarah panjang konsep-konsep pemidanaan di Indonesia. Awal mulanya pemidanaan di Indonesia dilaksanakan dengan jauh dari pengedepanan nilai HAM. Adapun beberapa sistem pemidanaan di Indonesia yang penulis klasifikasikan berdasarkan waktu guna memudahkan memahami jalannya proses perubahan konsep pemidanaan hingga saat ini.
• Zaman kuno (… s/d 1816)
Pada zaman ini belum ada penjara sebagai wadah untuk menghilangkan hak kemerdekaan seorang yang melakukan tindak pidana. Seorang yang bersalah hanya ditahan dalam suatu ruangan/rumah untuk sementara waktu hingga menemui putusan hakim yang diputus dipidana/tidak. Sehingga dari segi kepastian hukumnya sangat tidak diperhatikan. Kemudian dilanjut dengan keberadaan VOC di Indonesia dengan tokoh terkenalnya yakni Daendels yang memberlakukan pidana rantai(kerja berat). Hingga muncul upaya di zaman pemerintahan Inggris oleh Raffles untum menghapus pemidanaan yang berakibat cacat badan dan menggagas bangunan-bangunan penjara untuk didirikan. Namun, gagasan tersebut tidak dapat di Implementasikan oleh pejabat dibawahnya.
• Zaman Pemerintahan Hindia Belanda
Pada masa ini, kepastian hukum lebih dijamin karena adanya peraturan undang-undang yang mengatur terkait hukum pidana dan pemidanaan yakni Wetbook Van Straftrecht. Konsep pemidanaan untuk menghilangkan kemerdekaan mulai diterapkan di zaman ini. Pembangunan penjara sebagai bangunan-bangunan direalisasikan untuk mengasingkan dan mendidik pelaku kejahatan dari masyarakat.
• Zaman Penjajahan Pemerintahan Jepang
Konsep yang diusung pada zaman ini adalah “Semangat Nipon” yang memiliki tujuan pemidanaan berupa pendidikan dan perbaikan orang yang dipenjara. Konsep yang diusung ini mengintrodusir sistem kepenjaraan di Jepang. Namun, konsep tersebut hanya menjadi sebuah teori belaka yang tidak dapat direalisasikan. Faktanya, pemenjaraan yang diterapkan di Indonesia masih sama seperti yang dahulu.
• Pasca Kemerdekaan hingga sekarang
Awal kemerdekaan implementasi sistem kepenjaraan di Indonesia masih memberlakukan sistem kepenjaraan zaman penjajahan. Namun, dengan seiring perkembangan konsep bernegara kita yang lebih demokratis, konsep sistem pemenjaraan di Indonesia mengalami perubahan besar. Hal ini di dibuktikan dengan adanya upaya penggantian konsep penjara yang identik dengan kekerasan menjadi pemasyarakatan yang mengedepankan hak asasi manusia sebagai upaya re-integrasi narapidana kedalam masyarakat nantinya.
Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Pembinaan di Lapas
Narapidana adalah manusia yang salah arah dan tersesat dalam menjalani hidupnya. Ia bukan orang yang terpinggirkan, hanya saja beberapa haknya dibatasi karena perilakunya yang menyimpang aturan negara. Oleh karenanya, perlakuan terhadap narapidanya harus tetap menjunjung hak-hak yang dimilikinya. Diluar permasalahan-permasalahan yang ada didalam Lapas, pendidikan moral dan pendidikan yang berkarakter sangat dibutuhkan bagi narapidana. Dengan upaya pembentukan karakter sesuai kepribadian bangsa, masalah-masalah yang timbul akan dapat terminimalisir. Namun, pola pembinaan dibeberapa rutan dan lapas di Indonesia sangat minim memasukkan kurikulum tentang pendidikan kewarganegaraan sebagai bagian dari pembinaan napi. Padahal hal ini sangat penting bagi pembentukan pola pikir, cara pandang, dan pribadi narapidana untuk menjadi warga negara yang patuh hukum dan mengerti nilai-nilai kewarganegaraan. Banyak rutan dan lapas yang hanya mengedepankan bimbingan kerohanian dalam pola pembinaannya. Bimbingan kerohanian merupakan suatu program pembinaan yang baik, karena dengan itu dapat membentuk kekuatan mental spiritual narapidana agar kembali kejalan yang benar. Namun, pola pembinaan tersebut menurut hemat penulis kurang lengkap apabila tidak memasukan pendidikan kewarganegaraan sebagai kurikulum wajib pembinaan narapidana di Lapas maupun Rutan. Pada dasarnya, narapidana adalah seseorang yang telah bersalah baik karena sadar maupun culpa dengan melanggar ketentuan/perundang-undangan pidana yang ada di Indonesia. Apabila dilihat dari pembentukan perundang-undangan itu sendiri, undang-undang merupakan bentuk konkret dari norma sosial yang berasal dan digali dari nilai-nilai kepribadian masyarakat Indonesia. Maka dapat ditarik benang merah dari jalan berpikir tersebut bahwa narapidana adalah orang yang menyimpang/melanggar ketentuan yang nilai-nilainya digali dari masyarakat Indonesia itu sendiri berdasarkan pancasila. Hal ini berarti menandakan bahwa terdapat kekurangan dalam memahami maupun berperilaku sesuai koridor berkewarganegaraan yang baik. Demikian menurut penulis, yang harus diperbaiki dalam penanggulangan perilaku penyimpangan oleh narapidana adalah pemahaman terhadap wawasan kebangsaan dan bimbingan untuk dapat mengimplementasikan nilai-nilai tersebut. Oleh karenanya, pendidikan kewarganegaraan merupakan suatu hal yang wajib untuk dijadikan kurikulum pembinaan didalam Lapas dan Rutan guna mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan sesuai apa yang dikonsepkan oleh Dr. Raharjo.
Pendidikan Kewarganaan menjadi materi yang sangat penting untuk disampaikan sebagai bahan pembinaan narapidana mengingat pengembalian moral dan akhlak dari narapidana itu sendiri. Muatan materi pendidikan kewarganegaraan meliputi beberapa hal yang membahas mengenai kebangsaan antara lain; Identitas negara, pemahaman mengenai sejarah bangsa dan negara, hak dan kewajiban warga negara, hak asasi manusia, demokrasi, bela negara, hukum dan perilaku sosial, serta materi tentang kebudayaan nasional. Masing-masing point tersebut yang seharusnya dimiliki narapidana sebagai bekal untuk menjadi masyarakat yang berkarakter sesuai dengan kewarganegaraan yang baik saat kembali kemasyarakat. Dengan begitu, lapas sebagai lembaga pembinaan dapat menjadi media belajar sekaligus mendidik dan membentuk seseorang yang telah menyimpang menjadi tahu dan paham kedudukannya sebagai warga negara yang baik di masyarakat. Perilaku dan perbuatan narapidana yang menunjukkan sikap amoral perlu untuk dirubah melalui pendekatan pendidikan kewarganegaraan.
IDENTITAS PENULIS
Nama : Herning Widya Wiranata
Tempat/Tanggal Lahir : Kediri, 20-11-2000
Alamat : Jln. Mojoroto Kec. Mojoroto
Kota Kediri
Agama : Islam
Email : widywiranata@gmail.com
No. HP : 089678447764
KELUARGA
Nama Ayah : Widodo
Nama Ibu : Sumarni
RIWAYAT PENDIDIKAN
a. SDN Mojoroto 4 Kota Kediri
b. SMPN 8 Kota Kediri
c. SMAN 1 Kota Kediri